Seni
Tradisional Jawa
Seni
Tradisional Jawa secara sempit berarti karya seni yang
diciptakan dan berasal dari Pulau Jawa, Indonesia. Beberapa contoh dari seni
tradisional jawa antara lain tari gambyong.
Kesenian tradisional dari Jawa ada berbagai macam, tetapi secara umum
dalam satu akar budaya kesenian Jawa ada 3 kelompok besar yaitu Banyumasan, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
1. Seni Tradisional Banyumasan
Budaya
Banyumasan juga diperkaya dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan Sunda(Pasundan/Priangan) dan kini mulai disisipi
pernik-pernik kontemporer. Dari budaya Banyumasan ini lahir bentuk-bentuk
kesenian tradisional yang juga berkarakter Banyumasan seperti ebeg, lengger-calung, angguk, wayang kulit gagrak Banyumasan, gendhing
Banyumasan, begalan dan lain-lain. Sedangkan di wilayah yang
berbatasan langsung dengan daerah Jawa Barat lebih memiliki gaya budaya Pasundan seperti kesenian sisingaan, gendang
rampak, rengkong, calungdan lain-lain.
a. Ebeg
Ebeg' adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di
wilayah Banyumasan. Varian lain dari jenis kesenian ini di daerah
lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog (Jawa Timur) namun di wilayah Kecamatan Tambak
(Wilayah Kabupaten Banyumas bagian selatan) lebih dikenal dengan nama
"ebeg". Tarian ini menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang
dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan.
Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan
mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki
dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari
ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 oarang
atau lebih, dua orang berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai
pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg
bisa beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu
ebeg sedangkan penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari
massal, pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti
lapangan atau pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan
umumnya siang hari dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk Gendhing
pengiring yang dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan
terompet. Selain peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang
mesti disediakan berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas,
kelapa muda (dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu
digunakan lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik,gudril, blendrong, lung gadung,eling-eling,( crebonan),
dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran, saat trans (kerasukan/mendem) para
pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau barang tajam lainnya,
mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, dhedek (katul), bara
api, dll. sehingga menunjukkan kekuatannya Satria,
demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit
berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi
dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi
olehgamelan yang lazim disebut bendhe.
b. Laisan
Laisan
adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan oleh
seorang pemain pria yang sedang mendem, badannya ditindih dengan lesung terus
dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan ayam, di dalam kurungan itulah
Laisan berdandan seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara,
kurunganpun dibuka, dan munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita
lengkap. Laisan muncul di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg
komersial, salah seorang pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari
berkeliling arena sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan
juga dikenal di wilayah lain (wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.
c. Lengger Calung
Kesenian tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang di
wilayah ini. Sesuai namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger
(penari) dan calung (gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan
lincah mengikuti irama calung. Di antara gerakan khas tarian lengger antara
lain gerakan geyol, gedheg dan lempar sampur.
Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita,
kini penarinya umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai
badut pelengkap yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir
pada pertengahan pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang,
mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik,
rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur
atau selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari
mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh
gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung
terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang
semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama
seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih
dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota
terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.
d. Angguk
Tarian
jenis ini sudah ada sejak abad ke 17 dibawa para mubalig penyebar agama Islam
yang datang dari wilayah Mataram-Bagelen. Tarian ini disebut angguk karena
penarinya sering memainkan gerakan mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk
yang bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk
menyiarkan agama Islam. Sayangnya jenis kesenian ini sekarang semakin jarang
dipentaskan. Angguk dimainkan sedikitnya oleh 10 orang penari anak laki-laki
berusia sekitar 12 tahun. Pakaian para penari umumnya berwarna hitam lengan
panjang dengan garis-garis merah dan kuning di bagian dada/punggung sebagai
hiasan. Celana panjang sampai lutut dengan hiasan garis merah pula, mengenakan
kaos kaki panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta memakai topi pet berwarna
hitam. Perangkat musiknya terdiri dari kendang, bedug, tambur, kencreng, 2
rebana, terbang (rebana besar) dan angklung. Syair lagu-lagu Tari Angguk diambil dari kitab Barzanji sehingga
syair-syair angguk pada awalnya memang menggunakan bahasa Arab tetapi
akhir-akhir ini gerak tari dan syairnya mulai dimodifikasi dengan menyisipkan
gerak tari serta bahasa khas Banyumasan tanpa mengubah corak aslinya. Bentuk
lain dari kesenian angguk adalah “aplang”, bedanya bila angguk dimainkan oleh
remaja pria maka “aplang” atau “daeng” dimainkan oleh remaja putri.
e.
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Sebagaimana masyarakat
Jawa pada umumnya, masyarakat Banyumasan juga gemar menonton pertunjukan wayang
kulit. Pertunjukan wayang kulit di wilayah Banyumas lebih cenderung mengikuti
pedalangan “gagrag” atau gaya pedalangan khas Banyumasan. Seni pedalangan
gagrag Banyumasan sebenarnya mirip gaya Yogya-Solo bercampur Kedu baik dalam
hal cerita, suluk maupun sabetannya, bahasa yang dipergunakanpun tetap
mengikuti bahasa pedalangan layaknya, hanya bahasa para punakawan diucapkan
dengan bahasa Banyumasan. Nama-nama tokoh wayang umumnya sama, hanya beberapa
nama tokoh yang berbeda seperti Bagong (Solo) menjadi Bawor atau Carub. Menurut
model Yogya-Solo, Bagong merupakan putra bungsu Ki Semar, dalam versi Banyumas
menjadi anak tertua. Tokoh Bawor adalah maskotnya masyarakat Banyumas.
Ciri utama dari wayang kulit gagrag Banyumasan adalah napas
kerakyatannya yang begitu kental dan Ki Dalang memang berupaya menampilkan
realitas dinamika kehidupan yang ada di masyarakat. Tokoh pedalangan untuk Wayang Kulit Gagrag Banyumasan yang terkenal saat ini antara lain Ki
Sugito Purbacarito, Ki Sugino Siswacarito, Ki Suwarjono dan lain-lain.
f.
Gending Banyumasan
Gending khas lagu-lagu Banyumasan sangat mewarnai berbagai
kesenian tradisional Banyumasan, bahkan dapat dikatakan menjadi ciri khasnya,
apalagi dengan berbagai hasil kreasi barunya yang mampu menampilkan irama
Banyumasan serta dialek Banyumasan. Ciri-ciri khas lainnya antara lain
mengandung parikan yaitu semacam pantun berisi sindiran jenaka, iramanya yang
lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo bahkan lebih mendekati irama Sunda.
Isi-isi syairnya umumnya mengandung nasihat, humor, menggambarkan keadaan
daerah Banyumas serta berisi kritik-kritik sosial kemasyarakatan. Lagu-lagu
gending Banyumasan dapat dimainkan dengan gamelan biasa maupun gamelan calung
bambu. Seperti irama gending Jawa pada umumnya, irama gending Banyumasan
mengenal juga laras slendro dan pelog.
g. Begalan
Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan dalam
rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta
rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut begalan karena
atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik
adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan sipembegal biasanya berisi
kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang
jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan
putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau
seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari klasik, gerak tarinya
tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras
dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang, seorang bertindak sebagai pembawa
barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi bertindak sebagai
pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, ian, cething,
kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan
wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya
membawa pedang kayu. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan
busana Jawa. Dialog yang disampaikan kedua pemain berupa bahasa lambang yang
diterjemahkan dari nama-nama jenis barang yang dibawa, contohnya ilir yaitu
kipas anyaman bambu diartikan sebagai peringatan bagi suami-isteri untuk
membedakan baik buruk. Centhing, tempat nasi artinya bahwa hidup itu memerlukan
wadah yang memiliki tatanan tertentu jadi tidak boleh berbuat semau-maunya
sendiri. Kukusan adalah alat memasak atau menanak nasi, ini melambangkan bahwa
setelah berumah tangga cara berpikirnya harus masak/matang. Selain menikmati
kebolehan atraksi tari begalan dan irama gending, penonton juga disuguhi
dialog-dialog menarik yang penuh humor. Biasanya usai pertunjukan, barang-barang
yang dipikul diperebutkan para penonton. Sayangnya pertunjukan begalan ini
tidak boleh dipentaskan terlalu lama karena masih termasuk dalam rangkaian
panjang upacara pengantin.
h. Rengkong
Rengkong adalah kesenian yang menyajikan bunyi-bunyian khas
bagai suara kodok mengorek secara serempak yang dihasilkan dari permainan
pikulan bambu. Pikulan bambu tersebut berukuran besar dan kuat tetapi ringan
karena dibuat dari bambu yang sudah cukup tua, biasanya menggunakan bambu tali
dengan panjang sekitar 2,6 meter. Pada kedua ujung bambu dibuat lobang persegi
panjang selebar 1 cm, sekeliling bambu melintasi lobang tersebut diraut
sekedar tempat bertengger tali penggantung ikatan padi. Dua ikat padi seberat ±
15 kg digayutkan dengan tali ijuk mengalungi sonari (badan rengkong bambu
di tempat yang diraut). Di tengah masing-masing ikatan padi ada sunduk (tusuk)
bambu sepanjang hampir 2 meter. Ujung atas sunduk bambu dimasukkan ke badan
bambu rengkong dekat gantungan tali ijuk. Cara memainkannya, pikulan bambu
rengkong yang berisi muatan padi diletakkan pada bahu kanan (dipikul). Pemikul
mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan mantap dan teratur. Tali ijuk
dengan beban padi yang menggantung pada badan bambu rengkong pun
bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang menimbulkan suara
berderit-derit nyaring. Kalau ada beberapa rengkong yang dimainkan serempak
maka akan timbul suara yang mengasyikan, khas alam petani, terlebih bila
dimainkan dengan berbaris berarak-arakan maka suasananya akan lebih semarak. Kesenian
tradisional para petani ini biasanya diadakan pada pesta perayaan panen atau
pada hari-hari besar nasional.
i.
Bongkel
Bongkel adalah musik tradisional Banyumasan yang mirip dengan
angklung, hanya terdiri dari satu jenis instrumen dengan empat bilah berlaras
slendro. Nada-nadanya 2 (ro), 3 (lu), 5 (mo), 6 (nem).
j.
Buncis
Buncis adalah perpaduan
antara seni musik dengan seni tari yang dimainkan oleh 8 orang pemain. Dalam pertunjukannya
diiringi dengan perangkat musik angklung. Para pemain buncis selain menjadi
penari juga menjadi pemusik serta vokalis.
k.
Aksimuda
Aksimuda adalah kesenian
bernapas Islam yang disajikan dalam bentuk atraksi pencak silat yang digabung
dengan tari-tarian.
l.
Salawatan Jawa
Salawatan Jawa adalah
salah satu seni musik bernapaskan Islam dengan perangkat musik berupa trebang
jawa. Dalam pertunjukannya kesenian ini menyajikan lagu-lagu yang diambil dari
kitab Barzanzi.
m.
Cowongan/Nini Cowong
Cowongan adalah upacara
“meminta hujan”. Upacara ini dilakukan bila hujan tidak turun dalam waktu yang
sudah cukup lama. Wujud Nini Cowong seperti jaelangkung.
n.
Ujungan
Ujungan adalah jenis
kesenian yang agak mengerikan karena pemainnya saling sabet-sabetan dengan
menggunakan penjalin.
2. Seni Tradisional Jawa Tengah
a. Batik
Batik tidak hanya terkenal di
daerah Jawa Tengah saja tetapi juga di daerah lain di Indonesia pun memiliki
balik masing-masing. Namun setiap daerah memiliki motif yang berbeda. Di Jawa
Tengah mempunyai motif dasar yang relatif terikat pada pakem tertentu. Motif-motif
ini mempunyai sifat simbolis dan berlatarkan kebudayaan Hindu-Jawa.

b. Wayang kulit
Kesenian
wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di
Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Figur tokoh yang digambarkan
untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu
perwujudan dari Dewa Wisnu.

c. Tari Serimpi
Tari Serimpi adalah jenis tarian
tradisional Daerah Jawa Tengah. Tarian ini diperagakan oleh empat orang penari
yang semuanya adalah wanita. Jumlah ini sesuai dengan arti kata serimpi yang
berarti 4. Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi empat penari sebagai
simbol dari empat penjuru mata angin yakni Toya (air), Grama (api), Angin
(udara) dan Bumi (tanah). Sedangkan nama peranannya adalah Batak, Gulu, Dhada
dan Buncit yang melambangkan tiang Pendopo.

d. Gamelan Jawa
Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu
yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan
Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam,
juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual
budaya Keraton.

e. Ketoprak
Ketroprak merupakan suatu teater
rakyat yang terkenal di Jawa Tengah.

3. Seni Tradisional Jawa Timur
Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni
panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan
ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan
sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial,
dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok
ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang;
meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
Reog yang sempat diklaim sebagai tarian
dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping)
yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain
wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian
Jawa Tengahan seperti ketoprak danwayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari
Jawa Timur antara lain Damarwulan, Angling Darma,
dan Sarip Tambak-Oso.
Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat
dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya
Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari
srimpi, tari bondan, dan kelana.
Terdapat pula kebudayaan semacam barong sai di Jawa Timur.
Kesenian itu ada di dua kabupaten yaitu, Bondowoso dan Jember. Singo Wulung
adalah kebudayaan khas Bondowoso. Sedangkan Jember memiliki macan kadhuk. Kedua
kesenian itu sudah jarang ditemui.







0 komentar:
Posting Komentar